ID Realita– Pemantau Keuangan Negara (PKN) melaporkan Dirkrimsus Polda Jawa Barat (Jabar) kepada Kadiv Propam Mabes Polri terkait dugaan pelanggaran kode etik akibat penghentian laporan tindak pidana khusus keterbukaan informasi yang melibatkan empat kepala desa.
Patar Sihotang, ketua umum PKN, menjelaskan pada 31 Oktober 2023, PKN melaporkan kepala desa di Kabupaten Bandung Barat dan Cianjur karena diduga melanggar UU No 14 Tahun 2008 tentang Informasi Publik.
“Mereka tidak memberikan dokumen informasi publik berupa APBDES dan LPJ terkait Dana Covid-19, yang seharusnya disampaikan kepada PKN sesuai dengan putusan pengadilan”, kata Patar dalam keterangan pers di Kantor Pemantau Keuangan Negara, di Bekasi, Selasa (14/1/2024).
“Karena kepala desa tidak memberikan dokumen informasi sesuai dengan Putusan Penetapan Eksekusi PTUN Bandung, PKN melaporkan kasus ini ke Kapolda Jawa Barat, ” jelas Patar.
Pada 30 September 2024, kami menerima SP2HP dari Kasubdit IV Dirkrimsus Polda Jawa Barat, dengan nomor B/569/IX/RES.5/2024/DIRKRIMSUS. Surat tersebut menyebutkan bahwa jika ada pertanyaan, bisa menghubungi AKP Jali. Namun, meskipun sudah mencoba menghubungi melalui WhatsApp dan telepon, tidak ada tanggapan yang diterima.
Pada tanggal 4 Oktober 2024, setelah satu tahun, laporan kasus ini disampaikan ke Polda Jawa Barat. Antara 16 Oktober 2023 dan 4 Oktober 2024, seorang kepala desa mengirim dokumen informasi melalui J&T Ekspres, namun tidak ditanggapi karena kasus ini sudah dilaporkan kepada Kapolda Jawa Barat, sehingga menjadi ranah hukum Dirkrimsus Polda.
Pada tanggal 23 Oktober 2024, setelah pengiriman dokumen oleh kepala desa, Dirkrimsus menggelar perkara dan menyusun tanda terima yang seolah-olah menunjukkan bahwa dokumen sudah diterima PKN. Akibatnya, keputusan untuk menghentikan penyelidikan dikeluarkan pada tanggal 15 November 2024.
Situasi ini membingungkan masyarakat karena mirip dengan cerita konyol. Si A mencuri laptop milik si B dan kemudian melaporkan si B ke polisi. Setelah pemeriksaan, si A mengirimkan laptop itu kembali kepada si B melalui pos dan membuat bukti resi pengiriman sebagai bukti bahwa dia menyerahkan kembali laptop yang dicuri. Akibatnya, polisi menutup kasus tersebut.
Patar berpendapat bahwa tindakan empat kepala desa telah memenuhi kriteria tindak pidana berdasarkan Pasal 52 UU No 14 Tahun 2008. Pasal tersebut menyatakan bahwa Badan Publik yang sengaja tidak menyediakan atau menerbitkan informasi publik yang diwajibkan, sehingga merugikan orang lain, dapat dikenakan hukuman maksimal satu tahun kurungan atau denda hingga lima juta rupiah.
Selain itu, Surat Edaran Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2012 menekankan bahwa tuntutan pidana dapat dilakukan apabila putusan Komisi Informasi yang berkekuatan hukum tetap tidak dilaksanakan.
Patar Sihotang menyatakan bahwa masyarakat Pemantau Keuangan Negara merasakan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. “Laporan kami tentang tindak pidana khusus keterbukaan informasi dihentikan tanpa alasan yang jelas, menyebabkan mereka merasa putus asa dan bingung kemana harus melapor selanjutnya”, ucapnya.
Patar Sihotang dari masyarakat Pemantau Keuangan Negara (PKN) menyatakan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan terkait laporan tindak pidana atas keterbukaan informasi yang dihentikan tanpa alasan yang jelas. kita merasa putus asa dan bingung karena keputusan hukum tidak dijalankan oleh pihak terlapor dan didukung oleh Direktorat Kriminal Khusus Polda Jawa Barat.
PKN menganggap Dirkrimsus telah melanggar kode etik Polri, termasuk prinsip dedikasi kepada masyarakat dan menjalankan tugas secara profesional.
Patar berharap laporan pelanggaran kode etik ini diproses untuk memastikan keadilan dan menjaga citra Kepolisian Republik Indonesia.