ID Realita– Pemantau Keuangan Negara (PKN) mengadakan demo di empat lokasi, termasuk Kantor DPR Pusat, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Komisi Informasi Pusat pada 5 November 2024.
Ketua Umum PKN, Patar Sihotang, menjelaskan bahwa tujuan demo tersebut adalah untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan organisasi.
“Rapat evaluasi pelaksanaan demo dilakukan setelah aksi”, kata Patar dalam orasi.
Aksi di DPR RI Pusat menuntut agar RUU Perampasan Aset Tindak Pidana disahkan. Draft RUU telah diserahkan oleh pemerintah lima tahun lalu, namun anggota DPR RI belum memprosesnya menjadi undang-undang.
Hal ini diduga terkait dengan adanya praktik korupsi di Senayan, yang membuat mereka enggan membahasnya lebih lanjut.
Aksi dilakukan di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum di Jakarta untuk menuntut agar Menteri memproses laporan tindak pidana korupsi yang dilaporkan PKN.
Tindakan ini diduga karena kementerian melindungi praktik korupsi, meski pemeriksaan inspektorat jenderal menemukan kerugian negara akibat penyedia jasa.
Namun, Patar mengatakan bahwa penyedia jasa hanya diminta mengembalikan kerugian dan kasus korupsi dianggap selesai karena kerugian telah dikembalikan.
Aksi dilakukan di Kantor Komisi Informasi Pusat di Jakarta untuk menuntut pelaksanaan persidangan kode etik komisioner atas laporan PKN mengenai pelanggaran kode etik.
Selain itu, peserta aksi meminta revisi Perki 3 tahun 2016 tentang kode etik, karena dianggap terdapat pasal yang memungkinkan komisi melindungi anggotanya.
Dalam aksi di DPRD DKI Jakarta, anggota DPRD tidak ada yang mau menemui Pemantau Keuangan Negara, yang menyebabkan pembakaran ban di depan kantor DPRD sebagai bentuk kekecewaan rakyat terhadap arogansi anggota DPRD.
Aksi yang dilaksanakan hari ini berlangsung dari jam 10.00 hingga 16.00 dengan aman dan tertib, diikuti oleh 80 orang dari berbagai anggota PKN dari beberapa daerah, termasuk Cianjur, Bogor, Indramayu, Bandung, Lebak, Minahasa, Pontianak, dan Palembang.
Aksi ini merupakan implementasi visi, misi, dan tujuan PKN dalam mencegah dan memberantas korupsi, sesuai dengan amanat pasal 41 UU No. 31 tahun 1999 dan peraturan pemerintah terkait partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan negara.
“Kami berharap agar korupsi tidak ada lagi di negara ini, untuk mencapai pemerintahan yang bersih dan masyarakat yang adil dan makmur, sesuai dengan tujuan negara dalam pembukaan UUD 45,” tutup Patar.