IDRealita- Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai kepala pemerintahan dan penanggung jawab pelaksanaan keterbukaan Informasi Gagal membawa Indonesia menjadi Pemerintahan yang Transparansi atau keterbukaan informasi publik sesuai amanat konstitusi. Ini terbukti dengan adanya Panggilan dari Komisi Pusat kepada Pemantau keuangan negara (PKN) sebagai Pemohon Melawan 6 Lembaga setingkat Kementerian sebagai termohon.

Bukti dan fakta bahwa 6 lembaga Kementerian ini tidak patuh dan taat dan tidak mau melaksanakan Perintah UU no 14 Tahun 2008 dan Perki 1 Tahun 2021 tentang Perintah kepada badan Publik Pusat maupun Daerah memberikan Informasi Publik yang dimohonkan oleh pemohon atau Rakyat.

Fakta-fakta inilah yang menunjukkan atau membuktikan Presiden gagal mengendalikan seluruh jajaran pemerintahan dari pusat dan pemerintah daerah untuk pelaksaaan keterbukaan informasi atau Trasparansi.

Terjadinya Konflik dan perseteruan antara PKN dengan 6 lembaga setingkat Kementerian sampai ke meja Persidangan Ajudikasi di Komisi Informasi Pusat.

Persidangan tersebut akan di gelar secara bersamaan pada Senin 26 Februrai 2024, Jam 10.00 WIB bertempat di kantor Komisi Informasi Pusat Jl Abdul muis Tanah Abang Jakarta Pusat.

Undang Undang Dasar (UUD) 45 Pasal 28 F yang menyatakan bahwa Informasi Publik adalah hak Azasi Rakyat dan Pasal 28 UU no 14 Tahun 2008 yang menyatakan “” Pasal 28 (1) Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia””

Hal tersebut disampaikan Patar Sihotang, SH. MH, ketua Umum Pemantau keuangan negara (PKN) di Kantor Pusat PKN Jl Caman Raya no 7 Bekasi, Jumat (23/2/2024).

6 Lembaga setingkat kementerian yaitu Badan Pemeriksaan Keuangan RI Pusat (BPK RI PUSAT), Kementerian Komunikasi dan Informasi, kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Desa dan daerah tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pertanian dan PT Jasa marga Pusat.


Patar Menyampaikan, berawal dari PKN melakukan Tupoksinya yaitu Berperan serta untuk membrantas dan mencegah korupsi dan melakukan Sosialisasi UU no 14 Tahun 2008 Tentang keterbukaan Informasi Publik.

Maka PKN melakukan Uji Coba tentang sejauh mana pelaksanaan Transparansi sesuai dengan maksud UU no 14 Tahun 2008, Maka kami PKN membuat penelitian dengan sasasaran ke 6 Badan publik tingkat kementerian tersebut dengan cara memohon informasi tentang dokumen Kontrak pengadaan barang dan jasa di 6 lembaga tersebut.

Namun setelah kami tunggu 10 hari kerja, permohonan PKN tidak direspon, padahal Lembaga ini sudah setingkat kementerian dan di pusat, harusnya lebih paham dan lebih menguasai tentang UU No 14 Tahun 2008.

Akibat tidak di respon maka PKN melakukan surat keberatan kepada atasan PPID yaitu para Pejabat Sekretaris Menteri ke 6 lembaga tersebut.

Namun, oleh para sekretaris Menteri juga tidak di respon, sehingga PKN melakukan Uapaya Hukum dengan mengunakan Perki 1 Tahun 2013 dan mengajukan gugatan sengketa Informasi ke kantor Komisi Informasi Pusat di Jakarta.

“Selama ini banyak para Menteri berbicara di publik kita harus tranparansi dan akuntabel karena anggaran yang digunakan adalah uang rakyat atau pajak rakyat, namun itu-itu semua hanya pencitraan dan hanya berbanding terbalik di lapangan sebenarnya,” Kata Patar.

Patar juga menjelaskan bahwa Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa setiap Orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh Informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Untuk memberikan jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh Informasi, perlu dibentuk undang-undang yang mengatur tentang keterbukaan Informasi Publik.

Fungsi maksimal ini diperlukan, mengingat hak untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh Informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Hak atas Informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan.

Hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan Informasi Publik.

Patar Sihotang SH MH dan seluruh jajaran PKN di seluruh Indonesia berharap semoga Tulisan yang memuat keluh kesah Rakyat atas kegagalan Presiden Jokowi mengelola pemerintahan.

khsususnya bidang transparansi keterbukaan informasi ini, sampai ke beliau dan beliau sebagai pemimpin negara ini dapat memanggil seluruh jajarannya dan stockholder dan memerintahkan agar melaksankan perintah Pasal 28 F UUD 45 dan UU no14 Tahun 2008.

“Semoga bapak Presiden kita ini dapat merespon dengan cepat, agar Budaya Transparansi benar benar tertanam di hati semua para pejabat dan ASN ataupun penyelenggara negara dan seluruh Rakyat Indonesia,” ucap Patar.

Karena dengan terwujudnya negara yang transparansi itu secara hukum alam dan hukum dunia secara otomatis ruang gerak para Tikus berdasi pencuri uang rakyat akan terbakar sendirinya di bakar api terangnya api keterbukaan informasi publik dengan obor senjata pamungkas UU no 14 Tahun 2008.

Sebenarnya secara Sosial lebih kuat dan lebih efektik efek jera yang di timbulkan UU No 14 Tahun 2008 kalau benar-benar di laksanakan. Karena daya cahaya peneranganya secara menyeluruh ke segala aspek kehidupan dan sistim kerja pemerintahan sebagai pengguna dan pengelola keuangan negara.

Patar Sihotang mengharapkan dan mengingatkan agar para majelis komisioner yang memeriksa persidangan ini benar-benar Independen dan Profosional , dan paham dan menjiwai tentang tujuan Lembaga Komisi Informasi di bentuk oleh pejuang Reformasi Indonesia.

Jangan seperti oknum-oknum komisioner yang tidak cerdas dan tidak independen dan cendrunng membela para badan publik atau penguasa.

Seolah-olah posisinya sebagai pembela dan pengacara Badan Publik, sehingga selalu mencari cari dan menekan Rakyat (PKN) yang tujuannya menjebak dan akhirnya menolak permohonan sengketa yang di ajukan PKN.

PKN berharap agar tidak tejadi ini di komsi Informasi Pusat yang akan bersidang hari senin 26 Februari 2024, karena akan di tonton seluruh Indonesia yang akan di siarkan lansung oleh tim Media PKN. (red).