ID Realita– Ketua Human Trafficking Watch (HTW) Patar Sihotang, SH MH, telah mengajukan laporan kepada Kementerian Luar Negeri, khususnya kepada Direktur Perlindungan Warga dan Organisasi. Laporan tersebut disampaikan oleh Patar Sihotang, SH MH, di Caman Raya No 7 Jatibening Bekasi pada Selasa 24 Desember 2024.

Patar Sihotang menerima laporan lewat telepon dari Rivona, seorang Pekerja Migran Indonesia asal Blitar, Jawa Timur, yang menjadi korban perdagangan manusia di Ipoh, Malaysia.

“Rivona sedang sakit parah, mengalami pendarahan dan sakit pinggang, serta ingin pulang ke Kediri”, kata Patar dalam keterangannya, di Bekasi, Kamis (26/12/2024).

Namun, Patar mengungkapkan bahwa Rivona terhalang oleh kondisi kesehatannya, tidak memiliki uang untuk transportasi, dan paspornya ditahan oleh perusahaan agen di Malaysia.

“Korban seorang wanita berumur 26 tahun Mempunyai suami dan 1 Orang anak yang saat ini berada di Blitar Jawa timur, telah menjadi Korban Perdagangan orang dengan modus Pengiriman tenaga kerja ke luar negeri Non procedural”, jelas Patar.

Dengan fakta-fakta

Satu tahun yang lalu, seorang bernama RSM yang tinggal di Kediri dan bekerja sebagai calo TKI, mengunjungi korban di rumahnya.

RSM menawarkan kepada korban pekerjaan di Malaysia melalui perusahaan pengiriman tenaga kerja dan BLK di Jakarta tanpa biaya.

Dengan janji gaji setelah bekerja di Malaysia, korban, yang membutuhkan uang untuk keluarganya, setuju untuk mengikuti RSM dan dibawa ke Jakarta.

Setelah tiba di Jakarta, Korban dibawa ke kontrakan kecil di Bekasi Pondok Gede, di mana terdapat sekitar 10 orang teman senasib.

Setelah satu minggu tinggal di sana, Korban bertanya kepada pelaku tentang waktu keberangkatan ke balai latihan kerja dan perusahaan pengiriman tenaga kerja luar negeri.

Pelaku menjawab bahwa mereka akan berangkat ke Malaysia melalui Batam tanpa mengikuti prosedur resmi dan tidak terdaftar di Kantor Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Di Malaysia, korban dan teman-temannya dijemput oleh seseorang yang mengaku dari agen tenaga kerja STNI SDN BHD.

Setibanya di kantor agen, paspor dan alat komunikasi mereka disita. Mereka kemudian dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga dengan perjanjian bahwa gaji dibayarkan melalui agen.

Selama hampir satu tahun, korban tidak menerima gaji. Setelah 12 bulan bekerja, salah satu korban jatuh sakit dan ingin kembali ke Jakarta.

Human Trafficking Watch melakukan wawancara online berdasarkan laporan dan aduan korban untuk mengumpulkan data dan bukti. Hal ini bertujuan untuk menganalisis dan menentukan apakah korban termasuk dalam kategori perdagangan orang sesuai dengan Pasal 1 ayat 1 UU no 21 Tahun 2007.

Pasal 2 mengatur bahwa siapapun yang terlibat dalam perekrutan atau pengangkutan seseorang dengan ancaman kekerasan atau penipuan untuk tujuan eksploitasi di Indonesia dapat dikenakan hukuman penjara antara 3 sampai 15 tahun serta denda antara Rp120.000.000 dan Rp600.000.000.

“Analisis menunjukkan bahwa seorang korban telah memenuhi kriteria sebagai korban perdagangan orang karena mengalami penipuan, bujukan, pengangkutan, serta eksploitasi, termasuk tidak dibayarkan gaji dan paspor yang ditahan, sehingga statusnya menjadi PMI ilegal di Malaysia”, tegas Patar.

Berdasarkan laporan dan permohonan dari korban, HTW melakukan advokasi dan pendampingan sesuai dengan undang-undang dan SOP yang berlaku.

Tindakan yang diambil meliputi wawancara untuk mendapatkan informasi yang lengkap, komunikasi dengan keluarga di Blitar, pelaporan masalah ke Kementerian Luar Negeri dan KBRI Malaysia untuk perlindungan, serta laporan ke pihak kepolisian untuk proses hukum.

Selain itu, HTW juga menginstruksikan Ketua HTW Malaysia dan timnya untuk memantau kondisi korban.

Keterlibatan dan tindakan HTW didasarkan pada UU No 21 Tahun 2007 Pasal 63 yang menekankan peran masyarakat dalam pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang.

Masyarakat diharapkan memberikan informasi dan melaporkan kejadian tersebut kepada penegak hukum serta berpartisipasi dalam penanganan korban.

Pemerintah diwajibkan untuk membuka akses partisipasi masyarakat, baik di tingkat nasional maupun internasional, sesuai aturan yang berlaku.

Pasal 62 menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum sebagai bagian dari partisipasi yang diatur dalam Pasal 60 dan 61.

Terdapat harapan agar negara hadir dalam situasi yang mengancam keselamatan warga negara Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang No 37 Tahun 1999 yang mengatur tentang hubungan luar negeri.

Pasal 19 undang-undang tersebut menyebutkan kewajiban perwakilan Republik Indonesia untuk memupuk persatuan antar warga negara di luar negeri serta memberikan perlindungan dan bantuan hukum.

Selain itu, UU Nomor 18 Tahun 2017 mengatur perlindungan bagi pekerja migran Indonesia, yang mencakup upaya memenuhi hak mereka dan keluarganya sebelum, selama, dan setelah bekerja dalam aspek hukum, ekonomi, dan sosial.

Patar Sihotang menyatakan bahwa HTW telah terbentuk pada tahun 2015 sebagai lembaga masyarakat yang berstatus hukum dan fokus pada tindakan aksi kemanusiaan.

Tujuan HTW adalah untuk membebaskan manusia dari kejahatan perdagangan manusia. Untuk informasi lebih lanjut tentang legalitas dan kinerja HTW, dapat mengunjungi link yang disediakan.

Dalam laporan ini, Patar Sihotang berharap agar Presiden RI Jenderal Purn Prabowo Subianto dan Menteri Luar Negeri serta Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia segera mengambil tindakan yang nyata dan cepat untuk menunjukkan kehadiran negara di saat warga dalam kondisi terancam.